0
PELANGGARAN ETIKA KORPORASI DALAM BIDANG KOMPUTER E-COMMERCE DALAM KEJAHATAN BISNIS
Posted by Unknown
on
21.01
A. Pengertian e-commerce
Definisi dari “E-Commerce” sendiri sangat
beragam, tergantung dari perspektif atau kacamata yang memanfaatkannya.
Association for Electronic Commerce secara sederhana mendifinisikan E-Commerce
sebagai “mekanisme bisnis secara elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium
industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu “penggunaan jejaring
komputer (komputer yang saling terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi
bisnis”. Tidak puas dengan definisi tersebut, CommerceNet menambahkan bahwa di
dalam E-Commerce terjadi “proses pembelian dan penjualan jasa atau produk
antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi
antar dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan intranet”.
E-Commerce sebagai “suatu jenis dari mekanisme
bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis
individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa
baik antara dua buah institusi maupun antar institusi dan konsumen langsung”.
Beberapa kalangan akademisi pun sepakat mendefinisikan E-Commerce sebagai
“salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi,
dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan
digital.
Perkembangan teknologi informasi terutama
internet, merupakan faktor pendorong perkembangan e-commerce. Internet
merupakan jaringan global yang menyatukan jaringan komputer di seluruh dunia,
sehingga memungkinkan terjalinnya komunikasi dan interaksi antara satu dengan
yang lain diseluruh dunia. Dengan menghubungkan jaringan komputer perusahaan
dengan internet, perusahaan dapat menjalin hubungan bisnis dengan rekan bisnis
atau konsumen secara lebih efisien. Sampai saat ini internet merupakan
infrastruktur yang ideal untuk menjalankan e-commerce, sehingga istilah
E-Commerce pun menjadi identik dengan menjalankan bisnis di internet.
Pertukaran informasi dalam E-Commerce dilakukan
dalam format dijital sehingga kebutuhan akan pengiriman data dalam bentuk cetak
dapat dihilangkan. Dengan menggunakan sistem komputer yang saling terhubung
melalui jaringan telekomunikasi, transaksi bisnis dapat dilakukan secara
otomatis dan dalam waktu yang singkat. Akibatnya informasi yang dibutuhkan
untuk keperluan transaksi bisnis tersedia pada saat diperlukan. Dengan
melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan dapat menekan biaya yang harus
dikeluarkan untuk keperluan pengiriman informasi. Proses transaksi yang
berlangsung secara cepat juga mengakibatkan meningkatnya produktifitas
perusahaan.
Dengan menggunakan teknologi informasi,
E-Commerce dapat dijadikan sebagai solusi untuk membantu perusahaan dalam
mengembangkan perusahaan dan menghadapi tekanan bisnis. Tingginya tekanan
bisnis yang muncul akibat tingginya tingkat persaingan mengharuskan perusahaan
untuk dapat memberikan respon. Penggunaan E-Commerce dapat meningkatkan
efisiensi biaya dan produktifitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan perusahaan dalam bersaing.
Dalam e-commerce, sistem pembayaran yang
diguanakan adalah antara lain menggunakan :
1) Tunai atau electronic cash.
2) Sistem debit.
3) Sistem kredit
4) Digital Cash
5) CyberCash
6) First Virtual
7) NetChex
8). E-Gold
B. Permasalahan Mendasar dalam e-commerce.
Permasalahan-permasalahan yang mendasar dalam
e-commerce adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan yang bersifat substantif :
a). Keaslian data message dan digital
signature.
b). Keabsahan (Validity).
c.). Kerahasiaan (Privacy)
d). Keamanan (Security)
e). Ketersediaan (availability).
2. Permasalahan yang bersifat prosedural.
Yaitu pengakuan dan daya mengikat putusan
hakim dari negara lain untuk diberlakukan dan dilaksanakan di negeri lawan,
sekalipun hal ini memakai instrumen-instrumen internasional.
Sepanjang menyangkut permasalahan-permasalahan
pidana, suatu negara memiliki jurisdiksi sebagai berikut :
a). Jurisdiksi dengan prinsip teritorial
yaitu setiap negara mempunyai jurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang
dilakukan diwilayahnya, terhadap setiap orang dan setiap benda yang berada
dalam wilayahnya.
b). Jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan
atau kebangsaan
c). Jurisdiksi berdasarkan perlingdungan
kepentingan penting negara. Berdasarkan prinsip ini, suatu negara dapat
melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga negara lain yang melakukan kejahatan
di luar negeri yang bisa mengancam kepentingan keamanan, kemerdekaan dan
integritasnya.
d). Yurisdiksi Universal, yaitu bahwa
setiap negara mempunyai jurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu
apabila kejahatan tersebut mengancam atau memiliki karakter membahayakan rakyat
internasional tanpa melihat siapa pelaku,
Contoh Kasus dalam e-Commerce :
Dalam beberapa dekade terakhir ini, banyak
sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan (forgery) terhadap surat-surat dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bisnis. Perbuatan-perbuatan pemalsuan
surat itu telah merusak iklim bisnis di Indonesia. Dalam KUH Pidana memang
telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang mengkriminalisasi
perbuatan-perbuatan pemalsuan surat, tetapi ketentuan-ketentuan tersebut
sifatnya masih sangat umum. Pada saat ini surat-surat dan dokumen-dokumen
yang dipalsukan itu dapat berupa electronic document yang dikirimkan atau yang
disimpan di electronic files badan-badan atau institusi-institusi pemerintah,
perusahaan, atau perorangan. Seyogyanya Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan
pidana khusus yang berkenaan dengan pemalsuan surat atau dokumen dengan
membeda-bedakan jenis surat atau dokumen pemalsuan, yang merupakan lex
specialist di luar KUH Pidana.
Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime
yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web
Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan
naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan
Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).
Selanjutnya pada bulan September dan Oktober
2000, seorang craker dengan julukanfabianclone berhasil
menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada
nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan
terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai
cybercrime dalam kejahatan bisnis adalahCyber Fraud, yaitu kejahatan
yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya
adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu
kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada
internet.
Menurut riset yang dilakukan perusahaan
Security Clear Commerce yang berbasis di Texas, menyatakan Indonesia berada di
urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian Arwida. 2002).
Cyber Squalling, yang dapat diartikan sebagai
mendapatkan, memperjualbelikan, atau menggunakan suatu nama domain dengan
itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia kasus ini pernah terjadi antara PT.
Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang mendaftarkan nama domain tersebut (Iman
Sjahputra, 2002:151-152).
Satu lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime
di Indonesia, kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan
Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa
didakwa melakukan Cybercrime. Dalam amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan
bahwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik
warga Amerika Serikat, hasil kejahatannya digunakan untuk membeli barang-barang
seperti helm dan sarung tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya
mencapai Rp. 4.000.000,- (Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002).
Namun, beberapa contoh kasus yang berkaitan
dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis jarang yang sampai ke meja hijau, hal
ini dikarenakan masih terjadi perdebatan tentang regulasi yang berkaitan dengan
kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan
Transaksi Elektronika yang sampai dengan hari ini walaupun telah disahkan pada
tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk sebagai
penjelasan dan pelengkap terhadap pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Disamping itu banyaknya kejadian tersebut
tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak kepolisian sehingga cybercrime
yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan diderita oleh sang korban.
A. KESIMPULAN
1. Definisi dari “E-Commerce” sendiri sangat
beragam, tergantung dari perspektif atau kacamata yang memanfaatkannya.
Association for Electronic Commerce secara sederhana mendifinisikan E-Commerce
sebagai “mekanisme bisnis secara elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium
industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu “penggunaan jejaring
komputer (komputer yang saling terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi
bisnis”. Tidak puas dengan definisi tersebut, CommerceNet menambahkan bahwa di
dalam E-Commerce terjadi “proses pembelian dan penjualan jasa atau produk
antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi
informasi antar dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan
intranet”.
2. Permasalahan –permasalahan yang mendasar
dalam e-commerce antara lain :
Pertama, di dalam
dunia maya, virtualisasi merupakan konsep utama yang mendasari bentuk dan
struktur sebuah perusahaan. Di dalam perusahaan virtual, aset-aset yang
bersifat fisik sedapat mungkin ditiadakan. Para pelanggan yang ada di seluruh
dunia tidak berhadapan dengan institusi melalui transaksi fisik yang melibatkan
bangunan, orang, dan benda-benda riil lainnya, melainkan hanya berhadapan
dengan sebuah situs elektronik. Cukup dengan uang $35 setahun (untuk memesan
sebuah domain alamat), sebuah perusahaan dapat berdiri dan menawarkan jasa atau
produknya ke berbagai negara, tanpa harus dibebani dengan berbagai urusan
administratif. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang mempersulit pendirian sebuah
perusahaan akan mengurangi niat pemain-pemain baru untuk mendirikan perusahaan
virtual, yang artinya akan membuat lesu industri di dunia maya.
Kedua, model
bisnis yang diterapkan cenderung menghilangkan segala bentuk mediasi. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena melalui jaringan internet, individu dapat dengan
mudah melakukan transaksi dengan individu lain (atau antar perusahaan) secara
cepat. Fenomena ini adalah bentuk sederhana dari sebuah pasar bebas dimana
kedua pihak yang bertransaksi secara sadar melakukan pertukaran jasa atau
produk dengan resiko yang disadari bersama. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang
mengurangi keuntungan maksimum yang selama ini didapatkan oleh kedua belah
pihak yang melakukan transasksi akan berakibat berkurangnya frekuensi dan
volume bisnis di internet.
Ketiga, batasan
antara produsen dan konsumen menjadi kabur. Istilah yang berkembang adalah
“prosumer” karena model bisnis yang ada di dunia maya memungkinkan seseorang
untuk menjadi produsen dan konsumen pada saat yang bersamaan (seperti kasus
keanggotaan American Online, E-Groups, Geocities, dsb.). Penerapan pasal-pasal
cyberlaw yang mendasarkan diri pada sistem ekonomi konvensional (seperti hukum
permintaan dan penawaran) akan mencegah tumbuhnya berbagai model bisnis yang
selama ini menjadi daya tarik dan keunggulan dari dunia maya.
Keempat, adalah
suatu kenyataan bahwa sebuah perusahaan virtual tidak dapat mengerjakan seluruh
bisnisnya sendiri, melainkan harus melakukan kerja sama dengan berbagai
perusahaan virtual lainnya (seperti merchants, content providers, technology
vendors, dsb.). Hal ini berakibat adanya ketergantungan antar perusahaan di
internet yang sangat tinggi. Penerapan pasal-pasar cyberlaw yang mempermudah
sebuah perusahaan untuk gulung tikar akan berakibat runtuhnya bisnis beberapa
perusahaan lain yang bergantung padanya.
Kelima, sumber
daya utama yang mutlak dibutuhkan dalam proses penciptaan produk dan jasa
adalah pengetahuan (knowledge). Karena pengetahuan pada dasarnya melekat pada
sumber daya manusia (unsur-unsur kreativitas, intelektualitas, emosional,
dsb.), tidak mengenal batasan negara, dan mudah dipertukarkan maupun
dikomunikasikan, maka segala bentuk proteksi menjadi tidak relevan dan efektif
untuk diterapkan. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang bersifat membatasi dan
mengekang individu untuk mempergunakan atau mempertukarkan pengetahuan yang
dimilikinya akan berdampak berkurangnya jenis produk atau jasa yang mungkin
diciptakan.
Dari kelima prinsip utama di atas terlihat
bahwa perumusan dan pengembangan cyberlaw harus dilakukan secara ekstra
hati-hati. Dunia maya merupakan satu-satunya arena bisnis saat ini yang telah
menerapkan konsep pasar bebas dan globalisasi informasi secara hampir sempurna.
Keberadaan cyberlaw pada dasarnya sangat dibutuhkan bukan semata-mata untuk
melindungi hak-hak konsumen atau menegakkan keadilan dalam aturan main bisnis,
namun lebih jauh untuk mencegah terjadinya “chaos” di dunia maya. Karena walau
bagaimanapun, kekacauan di dunia maya akan berdampak secara langsung terhadap
kehidupan manusia di dunia nyata.
3. Penerapan cyberlaw yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi digital dapat berakibat tidak
berkembangnya model transaksi bisnis modern ini. Pemikiran mengenai cyberlaw
ada baiknya untuk mulai dibuka dan dipandang serius. Hal ini sangat perlu
dilakukan mengingat banyaknya para praktisi hukum, manajemen, bisnis, dan
teknologi informasi yang ingin buru-buru menyusun dan membuat konsepnya tanpa
pemahaman yang lengkap dan memadai mengenai konsep perdagangan elektronik, atau
yang lebih dikenal sebagai e-commerce. Gagal memahami dan mengerti mengenai
bagaimana konsep bisnis di dunia maya terjadi dapat membuat keberadaan cyberlaw
menjadi kontraproduktif. Implementasi cyberlaw yang pada mulanya ditujukan
untuk menggairahkan bisnis e-commerce tidak mustahil malah berdampak sebaliknya,
yaitu mematikan pertumbuhan konsep bisnis yang sedang menjadi trend di berbagai
belahan dunia. E-commerce merupakan salah satu varian dari e-business yang
hanya akan secara efektif beroperasi jika prinsip-prinsip ekonomi digital
dipenuhi.
4. Kasus-kasus cybercrime dalam bidang
e-commerce sebenarnya banyak sekali terjadi, namun ditengah keterbatasan
teknologi dan sumber daya manusia dibidang penyelidikan dan penyidikan, banyak
kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan tidak sempat dilaporkan oleh korban.
Penyelesaian Menurut Saya :
Teknologi telah berkembang pesat dan
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk bisnis. Perkembangan teknologi
komputer, telekomunikasi dan informasi telah berjalan sedemikian rupa, sehingga
kondisi pada saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan beberapa waktu yang
lalu. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan bisnis yang
pesat, karena berbagai informasi telah dapat disajikan dengan canggih dan mudah
diperoleh, dan melalui hubungan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan melakukan langkah bisnis
selanjutnya, pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak perlu bertemu face
to face, cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi, kondisi yang
demikian merupakan pertanda dimulainya era siber dalam bisnis.
Perkembangan teknologi khususnya internet,
menyebabkan terbentuknya sebuah era baru yang disebut sebagai dunia maya, yang
berarti bahwa setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan
dengan individu yang lain. Internet memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis.
Internet tidak lagi digunakan perusahaan hanya untuk sekedar mendapatkan
informasi, melainkan sudah menjadi bagian penting dalam perusahaan khususnya
dalam kegiatan transaksi. Transaksi tidak lagi berlangsung secara manual, namun
hanya dengan “klik” transaksi dapat terjadi. Kegiatan bisnis seperti inilah
yang dinamakan dengan e-commerce. E-commerce merupakan
kegiatan perdagangan yang dilakukan antara dua pihak atau lebih, terjadi adanya
pertukaran barang, jasa, atau informasi yang menggunakan internet sebagai media
utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.
Di satu sisi, internet memberikan manfaat bagi
para pelaku bisnis yang dapat memungkinkan adanya transaksi secara global.
Namun, di sisi lain internet juga tidak terlepas dari adanya kelemahan terutama
dalam tindak kejahatan atau kecurangan komputer dan internet. Bukan hanya
karena dikerjakan oleh komputer, maka segala kegiatan bisnis berjalan lancar
dan benar. E-commerce juga tidak lepas dari adanya kesalahan
dan rawan akan tindak kejahatan. Untuk itu, dibutuhkan sistem keamanan yang
dapat memberikan jaminan bagi perusahaan yang menjalankan e-commerce.
Hal inilah yang menuntut adanya kemampuan baru bagi auditor untuk melaksanakan
tugasnya baik auditor internal maupun auditor eksternal.
Adanya hukum siber (cyberlaw) akan
membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan
rambu-rambu bagi para pengguna internet. Pengguna internet dapat menggunakan
internet dengan bebas ketika tidak ada peraturan yang mengikat dan “memaksa”.
Namun, adanya peraturan atau hukum yang jelas akan membatasi pengguna agar
tidak melakukan tindak kejahatan dan kecurangan dengan menggunakan internet.
Bagi auditor, selain menggunakan standar baku dalam mengaudit sistem informasi,
hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisasi adanya tindak kejahatan dan
kecurangan sehingga memberikan kemudahan bagi auditor untuk melacak tindak
kejahatan tersebut. Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan
kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya
di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
Dan juga saran yang paling utama adalah :
1. Agar ditingkatkan Sumber Daya Manusia para
penegak hukum di Indonesia, melalui pelatihan-pelatihan yang secara khusus
membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan teknologi informasi
khususnya bidang e-commerce.
2. Pemerintah agar mengsosialisasikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet Dan Transaksi Elektronika
dna segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksana
undang-undang tersebut
Posting Komentar